Rabu, 28 November 2007

Prawatasari

Menggagas Pahlawan Nasional

"HAMPIR setiap minggu, saya berolahraga di Lapang Prawatasari (dulu disebut Lapang Joglo, red.), tapi masih tidak tahu siapa itu Prawatasari," demikian diungkapkan Bupati Cianjur, Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, M.M., kira-kira 5 bulan silam. Namun, bisa jadi, keterusterangan yang disampaikan orang nomor satu di Cianjur ini, terjadi pula pada orang lain. Bahkan, mungkin kebanyakan orang Cianjur sendiri tidak mengetahui mengenai sejarah kepahlawanan tokoh kharismatik yang tahun 1703-1707 melakukan perlawanan terhadap VOC di wilayah Cianjur bagian selatan (Jampang) ini.
Untuk menghindari hal tersebut, beberapa pihak yang memiliki kepedulian terhadap nilai-nilai sejarah dan kepahlawanan pejuang bernama lengkap Raden Haji Alit Prawatasari ini, berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya masyarakat Cianjur. Dewan Kesenian Cianjur (DKC) mendukung Pemerintah Kab. Cianjur menjadikan tahun 2007 sebagai tahun "300 Tahun Gugurnya Prawatasari". Selain itu, ada pula kegiatan-kegiatan lain, di antaranya ziarah ke Makam Aria Salingsingan di Dayeuhluhur, Cilacap, Jawa Tengah, yang disebut-sebut sebagai makam Prawatasari.
Kemudian, sejak Juli hingga November 2007, setiap komite seni di DKC, seperti komite teater, seni rupa, sastra, film, dan lainnya menyiapkan pergelaran seni yang mengangkat kepahlawanan Prawatasari. Bahkan, pelukis Soni Ahmad Soleh, sudah menyelesaikan satu buah lukisan dengan ukuran 2 X 3 meter, yang menggambarkan Pasukan Siluman Prawatasari sedang menggempur pasukan Belanda. "Untuk ke depannya, kami berencana menerbitkan buku sejarah bergambar untuk anak-anak SD yang akan dibagikan secara gratis ke setiap sekolah," kata Ketua DKC, Andry M. Kartanegara, SH.

Kajian dan Penelitian
Sejarah kepahlawanan Raden Prawatasari hingga kini memang dianggap minim. Para ilmuwan maupun ahli sejarah pun, seperti dikatakan Aan Merdeka Permana, penulis yang menggemari cerita-cerita sejarah, tak banyak tulisan atau pendapat dari pihak "ilmuwan resmi" yang bercerita tentang perjuangan Prawatasari dari Jampang. Padahal, di sebagian masyarakat tradisional, cerita mengenai Prawatasari ini sangat dihapal. Bahkan, masih menurut tilikan Aan Merdeka, taktik kemiliteran Haji Prawatasari dalam menghadapi VOC telah gunakan 12 taktik tempur Pajajaran, amat dipercaya mereka. "Haji Prawatasari dibesarkan di Jampang, sementara kampus perguruan tinggi ilmu kemiliteran Pajajaran terdapat di wilayah antara Surade dan Jampangkulon. Dengan demikan sangat pas bila pengetahuan militer Haji Prawatasari didapat dari alumni perguruan tinggi kemiliteran Pajajaran di pakidulan Sukabumi," cetus dia.
Jejak kepahlawanan Prawatasari yang benar-benar resmi muncul ketika terbit Surat Perintah Panglima TNI No. Sprin. 783/PXII/1984 dan Surat Keputusan Panglima TNI No. Skep. 182/IV/1985 tanggal 8 April 1985. Kedua surat tersebut menjadi dasar dibentuknya tim yang bertugas meneliti, menelaah, dan menyusun peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh pejuang perlawanan rakyat di Tatar Sunda (Jawa Barat dan Banten). Hasil seleksi tim tersebut terpilih 3 tokoh dan peristiwa sejarah yang memenugi kriteria Pahlawan Keprajuritan Nasional, yakni Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683) dari Banten, Raden Alit Prawatasari (1703-1707) dari Priangan, dan Bagus Rangin (1802-1819) dari Cirebon.
Harapan dan keinginan warga Cianjur untuk menempatkan Prawatasari sebagai Pahlawan Nasional tidak pernah surut, meskipun secara literatur sangat minim. Aan Merdeka, dalam penjelasan yang disampaikan dalam acara "Seminar Sehari tentang H. Alit Prawatasari dalam Upaya Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional" di Gedung DPRD Kab. Cianjur, Kamis (8/11) beberapa waktu lalu, menjelaskan bahwa dia pernah menemui H. Makbul Husein yang ditengarai sebagai keturunan Prawatasari. "Beliau punya catatan-catatan mengenai Prawatasari, tapi tidak bisa ikut membaca dengan dalih belum saatnya," kata Aan.
Berbagai urun pendapat pun muncul pada kegiatan seminar yang digagas DKC bekerja sama dengan Kantor Kesbang Kab. Cianjur tersebut. Selain Aan Merdeka Permana, hadir pula sebagai narasumber antara lain Yoseph Iskandar, Dr. A. Sobana Harjasaputra MA, dan Dyah Padmini, Ph.D. Ada pula Sekretaris Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI, Kol. Inf. R. Ridhani serta Kepala Museum Keprajuritan Indonesia, Letkol CAJ Sutanto.
Yoseph Iskandar mengemukakan temuan yang telah masuk catatan Pusat Kesejarahan dan Tradisi TNI bahwa perjuangan Prawatasari telah diakui resmi oleh pemerintah sebagai tokoh Keprajuritan Nasional. Pemerintah pun, katanya, melalui Markas Besar TNI telah mengabadikannya dalam bentuk patung dan fragmen di Museum Keprajuritan Indonesia, Komplek Taman Mini Indonesia Indah.
Dyah Padmini mengatakan, Prawatasari merupakan salah seorang pelaku sejarah yang merintis perjuangan bangsa dalam menegakkan kedaulatan rakyat di jamannya. Dyah setuju jika pemerintah menganugrahi Prawatasari gelar Pahlawan Nasional. "Dalam konteks ini, gelar merupakan peringatan terhadap suatu peristiwa sejarah yang terjadi di Cianjur-SUkabumi pada awal abad ke 18 dengan pelakunya adalah Prawatasari. Gelar yang akan diajukan ini juga bisa menjadi penyulut semangat nasionalisme bagi generasi saat ini," ungkapnya.*


Andry M. Kartanegara, SH, Ketua Dewan Kesenian Cianjur
"Ingin Meneruskan Amanah 20 Tahun Lalu"

MASYARAKAT Jawa Barat selama ini lebih mengenal nama-nama pahlawan nasional Indonesia yang berjuang ketika VOC berkuasa, seperti Pangeran Diponegoro, Patimura, Sisingamangaraja, atau Hasanuddin. Nama-nama pejuang yang dikenal kebanyakan masyarakat itu, umumnya berasal dari luar Jabar.
Sementara itu nama-nama pejuang, termasuk tokoh pemimpin perjuangan rakyat dari Tatar Priangan, relatif sedikit yang dikenal masyarakat. Padahal, banyak pejuang besar dari Tatar Sunda yang memperjuangkan kepentingan rakyat tanpa pamrih serta memiliki andil besar terhadap negeri ini. Namun nama mereka kurang dikenal masyarakat Jabar, salah satu contoh Raden Alit Prawatasari, ulama Cianjur yang berjihad melawan VOC pada tahun 1703-1707.
Apabila melihat peran dan kiprahnya selama memimpin perjuangan, seharusnya Raden Prawatasari pantas menyandang gelar sebagai Pahlawan Nasional. "Di tatar Cianjur, sosok Prawatasari merupakan tokoh pimpinan perjuangan rakyat dan ulama yang semasa hidupnya berjihad melawan penjajah. Melihat perjuangannya, sebagai komponen masyarakat merasa perlu mengusulkan namanya agar mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional dari pemerintah pusat," kata Andry M. Kartanegara, SH, Ketua Dewan Kesenian Cianjur (DKC), pada acara Seminar Sehari tentang H. Alit Prawatasari, dalam Upaya Pengajuan Gelar Pahlawan Nasional di Gedung DPRD Kab. Cianjur, Kamis (8/11) lalu.
Menurut Andry, melalui seminar yang digelar Dewan Kesenian Cianjur bekerja sama dengan Kantor Kesbang Kab. Cianjur, pihaknya ingin melanjutkan amanah yang telah dirintis para seniman cianjur 20 tahun lalu. Tujuannya mengangkat pahlawan putra Cianjur, Rd. Prawatasari, supaya bisa mendapat gelar Pahlawan Nasional yang belum terealisasi sejak tahun 1987 lalu. "Kami mulai merintis kembali tahun 2005 lalu, diawali dengan mengusulkan kepada Pemkab. Cianjur untuk mengabadikan nama Prawatasari pada salah satu tempat di Cianjur Kota. Alhamdulillah, Bupati Cianjur bersama DPRD Kab. Cianjur telah menerbitkan Perda dan menetapkan Lapang Joglo menjadi Lapang Prawatasari," jelasnya.
Tahun 2007, lanjut Andry, bertepatan dengan tiga abad mengenang perjuangan Prawatasari, DKC menggulirkan berbagai program kegiatan bertema "Mengenang Tiga Abad Perjuangan Prawatasari", seperti pementasan drama dan lukisan Prawatasari, festival film pendek yang ditonton tidak kurang dari 4.000 pelajar Cianjur. "Menyambut Hari Pahlawan, kami menggelar seminar sehari tentang Prawatasari," ungkapnya.
Dikatakan Andry, untuk mendukung keinginan agar Prawatasari dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional, pihaknya telah melakukan sejumlah penelitian dan kunjungan ke berbagai tempat, di antaranya ke Kp. Dayeuhluhur, Cilacap, Jawa Tengah. Walaupun belum diuji kebenarannya, sampai saat ini di daerah tersebut diyakini terdapat makam Prawatasari. Lalu ke Pusat Kesejarahan TNI, dan ternyata namanya belum tercatat sebagai pahlawan nasional. Padahal jika dilihat dari catatan perjuangannya, Prawatasari merupakan sosok ulama yang menentang penjajahan Belanda. Malahan, hingga akhir hayatnya, Prawatasari terus berjuang, dengan wilayah tidak hanya di Cianjur, tetapi meluas ke beberapa daerah di Jabar, Banten dan Jateng. "Perjalanan masih panjang dan perlu ada tim khusus. Mudah-mudahan melalui sebuah seminar, paling tidak bisa menghasilkan suatu kesimpulan sekaligus menjadi penentu untuk mengusulkan nama Prawatasari menjadi Pahlawan Nasional," katanya.*

Tidak ada komentar: