Kamis, 20 Maret 2008

TKW, Dunia Malam, Selanjutnya Terserah Anda

TIDAK mudah menemukan perempuan bernama Dian, 32 tahun, begitu ia mengenalkan diri. Perempuan beranak dua asal Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang memilih kost di daerah Nyomplong, Kota Sukabumi ini lebih sering terlihat di sebuah toko makanan, tak jauh dari Terminal Bus Sudirman, Sukabumi.
Dian, atau ia lebih suka dipanggil Iyan, mengaku sudah dua tahun lebih berhenti dari profesinya. Sebelumnya, ia pernah malang-melintang menjajakan seks di beberapa kawasan lokalisasi. Ia mengaku lama di Gang Semen, sebuah lokalisasi di kawasan Ciawi, Bogor. Selain itu, ia juga pernah mangkal di kawasan Puncak, Cianjur, dan "merantau" ke Batam (meskipun mengaku melarikan diri karena tidak tahan).
Dulu, sekitar tahun 1990-an, Iyan muda masih berusia 17 tahun alias "sweet seventeen". Masa-masa indah tak bisa direguk dengan saksama karena himpitan ekonomi keluarga. Sejak gadis Iyan harus mandiri, usaha mencari penghasilan sendiri karena orangtuanya tak mampu.
Mula-mula, Iyan sendiri mengaku awalnya tidak pernah berniat terjun ke dunia kelabu tersebut. Seperti layaknya cerita cinta klasik, mula-mula, selepas lulus dari sebuah sekolah menengan umum swasta di Cisaat, Iyan bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) sebuah produk rokok. Iyan pun gaul dengan cewekcewek yang biasa nongkrong di pusat perbelanjaan Capitol di kota Sukabumi. Jika malam, sesekali perempuan berkulit hitam manis ini datang ke diskotek dangdut Merdeka (sekarang sudah tutup) atau ke diskotek Melinda.
Bermodal wajah bak purnama, bulu mata lentik dengan mata bulat penuh, Iyan pun merambah dunia gaul. Pembawaannya yang supel dan ramah membuat ia gampang mendapat teman. Kesan tampilan Iyan memang mungil, dengan tinggi badan sekitar 148 cm, tapi sangat menggemaskan. "Dulu, aku memang dijuluki Adek alias Si Mungil oleh temen-temen. Mungil tapi lucu kali ya," ujarnya terkekeh.
Dari pergaulan tersebut, Iyan pun mendapat jodoh. Namun, setahun menikah, ia pun cerai dengan hasil seorang anak perempuan. Iyan pun lantas mendaftar jadi TKW ke Arab Saudi. Sayangnya, bukan mendapat untung, di Tanah Arab Iyan malah sakit dan terpaksa dipulangkan ke tanah air tanpa pesangon.
Kebutuhan banyak, tapi penghasilan tak ada, sejak itulah Iyan pun sering menemani para laki-laki yang haus hiburan. "Hanya menemani, aku tak minta dibayar. Kalau ada yang ngasih, ya syukur," tukas Iyan.
Suatu ketika, ia kepincut lagi pada seorang laki-laki asal Jakarta. Ia pun dinikahi, meskipun hanya menjadi istri simpanan. Iyan pun mulai jarang keluar malam. Ia lebih banyak tinggal di rumah sambil mengurus anaknya. Usia perkawinan yang kedua pun hanya bertahan tidak lebih dari 15 bulan. Untuk kedua kalinya, Iyan pun mendapatkan anak dari hasil perkawinan ini. Kali ini seorang anak laki-laki. Walhasil, dua tanggungan harus dipikul Iyan, padahal ia tidak memiliki pekerjaan tetap.
Begitulah, Iyan pun akhirnya menerjuni profesi yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. "Dulu, aku memilih mending dinikahi, meskipun jadi istri ke berapa pun. Yang penting kebutuhanku tercukupi," tutur Iyan.
Setelah berkali-kali mencoba di berbagai tempat, akhirnya Iyan memutuskan pulang kampung. "Anak-anakku sudah sekolah. Aku ingin membesarkan mereka dengan cara yang lebih baik," ujar Iyan.
Meskipun tidak termasuk berlebih, kini Iyan bisa bernafas lega. Hasil menjalani profesinya sebagai pelacur sejak usia 19 tahun, sejumlah tabungan dimilikinya. "Kalau rumah memang masih ngontrak, tapi ya cukuplah untuk hidupku dengan dua anakku. Mereka kan selama ini tahunya aku bekerja di supermarket," kilah Iyan.
Dian, atau Iyan, atau siapapun nama sebenarnya, menjadi salah satu bagian dari kehidupan warga (Kabupaten) Sukabumi yang terhimpit oleh ekonomi. Kemiskinan pula yang menjadi alasan Iyan menjalani hari-hari yang abu-abu. "Itu dulu, ah jangan diungkit-ungkit lagi. Aku sekarang sudah tobat. Paling-paling sekarang cari objekan bantu temen-temen jual pakaian. Makanya, aku sering nongkrong di sini (toko makanan) karena sering ketemu dengan temen-temen dulu," kata Iyan.
Iyan mengontrak sebuah paviliun dengan dua kamar, ruang tamu merangkap ruang keluarga serta sebuah dapur, di kawasan Tipar Dalam, Kota Sukabumi. Perabotan pun terbilang lengkap, mulai dari perlengkapan elektronik hingga alat-alat kecantikan. Tak seorang pun dari rekan-rekan Iyan yang tahu rumahnya tersebut. "Gak ah, lebih baik orang tidak tahu aku tinggal di sini (rumah). Kasihan anak-anakku," katanya.
Iyan sendiri mengaku jarang pulang ke kampungnya di Cisaat yang hanya berjarak belasan kilometer dari pusat Kota Sukabumi. Selain kedua orangtuanya sudah lama meninggal, bungsu dari 7 bersaudara ini memilih hidup sendiri. "Sejak gadis aku sudah mandiri, lepas dari saudara dan orangtua. Jadi, sekarang pun aku ingin hidup mandiri membesarkan anak-anak," tukas Iyan.
Jika Iyan melakukan pekerjaannya sebagai pelacur tanpa dipaksa atau menjadi korban penipuan, lain dengan Maya, 16 tahun, bukan nama sebenarnya. Perempuan asal Sukaraja, Kabupaten Sukabumi ini menjadi pelacur lantaran ditipu dengan iming-iming pekerjaan di restoran, padahal dijual ke germo untuk dijadikan pelacur.
Maya, yang kawin muda, lantas menjanda, sebelumnya termasuk perempuan yang biasa berkeliaran di tempat-tempat hiburan. "Tapi, maaf, saya tidak menjual diri. Saya hanya butuh hiburan," tutur Maya.
Lantaran terlihat jinak, Maya pun didekati orang yang mengaku penyalur tenaga kerja, sebut saja Ukeu, 40 tahun. Maya ditawari bekerja di bar atau restoran di Jakarta. Dan, bersama tiga rekannya yang lain, Maya pun terpikat. Jadilah, mereka direkrut sebuah yayasan penyalur tenaga kerja di Jakarta.
Sayangnya, mereka tidak sadar telah menjadi korban penipuan. Sebab, bukannya disalurkan ke tempat kerja, empat ABG asal Sukabumi ini malah dijual ke lokalisasi di Amplang-amplang dan Teleju, Pekanbaru, Riau. "Saya dipaksa melayani laki-laki. Sehari bisa delapan kali, dan setiap kali main tarifnya antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Tapi, saya tidak mendapatkan sepeserpun," kata Maya.
Ketika berbincang-bincang di Markas Kepolisian Resor Kota Sukabumi, saat melaporkan kasusnya, mata Maya tak henti-hentinya mengerling. "Main yuk, entar malam. Ke mana aja," bisiknya sambil tersenyum.*